Jumat, 05 September 2008

SIARAN PERS PERINGATAN MAKLUMAT 5 SEPEMBER 1945 ;

PERINGATAN MAKLUMAT 5 SEPEMBER 1945 ;

RAKYAT YOGYAKARTA PEREKAT PERSATUAN & KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

(Jumat, 5 Sept 2008 Jam 15.00 Depan Istana Negara Gedung Agung Yogyakarta)

Djokdjakarta menjadi termasjoer karena djiwa kemerdekaannja.

Hidoepkanlah teroes djiwa kemerdekaan itoe !! (Presiden Soekarno)

Salam Persaudaraan,

Saudara-saudara, tanggal 5 September besok adalah peringatan peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia. Saat itu, 63 tahun lalu, Sri Sultan HB IX selaku Raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam VIII selaku Adipati Kadipaten Pakualaman menyatakan bergabung melebur ke Republik. Tidak hanya itu, keduanya juga menggerakkan seluruh rakyat Yogyakarta untuk membentuk "Laskar Rakyat" guna mendukung eksistensi Tentara Keamanan Rakyat. Sikap politik yang tegas sekaligus cerdas yang ditempuh HB IX dan PA VIII ini merupakan modal politik dan modal sosial sangat berharga bagi tegaknya Republik Indonesia yang baru berusia setengah bulan. Jika saja saat itu Yogyakarta tidak menggabungkan diri ke Republik, dapat dipastikan sejarah bangsa Indonesia akan berbeda atau bahkan NKRI tidak akan berdiri.

Sikap HB IX dan PA VIII ini tidak muncul tiba-tiba. Apabila kita melihat sejarah, apa yang dilakukan keduanya merupakan rangkaian dari proses panjang melawan kekuatan imperialis yang juga sudah dilakukan leluhur-leluhur Mataram sebelumnya, seperti misalnya perang semesta yang dipimpin Sultan Agung Hanyokrokusumo pada abad 16 dan Perang Jawa yang dikobarkan Pangeran Diponegoro pada abad 18. Semangat kejuangan yang diteladankan para leluhur Mataram kiranya menjadi tonggak penting bagi tumbuhnya sikap nasionalistik dan patriotik generasi berikutnya di kemudian hari.

Kini setelah 63 tahun peristiwa itu berlalu, Yogyakarta harus tetap menjadi salah satu perekat kokohnya persatuan dan kesatuan Republik dan juga lestarinya nilai-nilai Pancasila. Betapa tidak, berbagai persoalan bangsa yang mencuat, seperti gerakan separatis di sejumlah daerah di luar pulau Jawa, konflik sesama warga bangsa berdimensi SARA, menguatnya sektarianisme, termasuk dampak langsung dari arus neo-liberalisme, menghasilkan satu kesimpulan bahwa persatuan dan kesatuan nasional membutuhkan partisipasi aktif segenap warga bangsa untuk ikut memperjuangkannya. Sikap nasionalistik, patriotik, terbuka dan toleran, hidup rukun / menghargai keberagaman, anti kekerasan, menjunjung hak-hak asasi manusia serta nilai-nilai demokrasi, mengedepankan kesejahteraan umum dan keadilan sosial, menghargai kearifan lokal dan lain sebagainya, kiranya menjadi panduan dan arah bagi segenap warga bangsa demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam konteks Yogyakarta hari ini, apa yang di-visi-kan Ngarso Dalem Sri Sultan HB X sebagai Tahta untuk Rakyat, kiranya harus dimaknai secara luas, salah satunya adalah bagaimana Tahta itu didorong untuk menumbuhkan dan melindungi ekonomi kerakyatan, bangkitnya industri pertanian rakyat dan pelaksanaan program-progam wellfare lainnya seperti pemberantasan kemiskinan, pengadaan fasilitas layanan kesehatan yang memadai bagi rakyat, jaminan pendidikan bagi anak-anak dan generasi muda, dibukanya lapangan pekerjaan seluas-luasnya, penyediaan tempat tinggal yang memadai bagi keluarga miskin, perlindungan terhadap hak-hak anak, perempuan dan lain sebagainya.

Persaudaraan Indonesia (PERSINDO) sendiri merupakan organisasi massa tingkat nasional yang didirikan para mantan aktivis gerakan mahasiswa tahun 90-an dari berbagai daerah di Indonesia. Dalam perkembangannya turut bergabung didalamnya sejumlah aktivis penggerak basis sektoral masyarakat seperti aktivis petani, aktivis buruh, pengusaha muda, dan kalangan profesional lainnya.

Demikian siaran pers kami. Terimakasih.


Yogyakarta, 5 September 2008

Salam Juang,


Aris Sustiyono

KETUA DEWAN DAERAH

PERSAUDARAAN INDONESIA (PERSINDO) DIY

Tidak ada komentar:

"MENDIDIK RAKYAT DENGAN PERGERAKAN, MENDIDIK PENGUASA DENGAN PERLAWANAN"

Situasi obyektif negara yang masih diliputi oleh ketidakadilan kepada rakyat sebagai pemegang kuasa atas negara tentunya harus disikapi dengan sebuah langkah yang teratur sekaligus revolusioner. Kepemilikan atas modal dan alat produksi oleh rakyat merupakan keniscayaan yang harus segera diwujudkan.
Maka blog ini sebagai media alternatif dalam FGD (focus groups discussion) untuk melahirkan gagasan-gagasan baru untuk dipraksiskan dalam membentuk karakter bangsa demi cita-cita nasional demokrasi kerakyatan untuk menuju negara revolusioner.