Jumat, 05 September 2008

SIARAN PERS PERINGATAN MAKLUMAT 5 SEPEMBER 1945 ;

PERINGATAN MAKLUMAT 5 SEPEMBER 1945 ;

RAKYAT YOGYAKARTA PEREKAT PERSATUAN & KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

(Jumat, 5 Sept 2008 Jam 15.00 Depan Istana Negara Gedung Agung Yogyakarta)

Djokdjakarta menjadi termasjoer karena djiwa kemerdekaannja.

Hidoepkanlah teroes djiwa kemerdekaan itoe !! (Presiden Soekarno)

Salam Persaudaraan,

Saudara-saudara, tanggal 5 September besok adalah peringatan peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia. Saat itu, 63 tahun lalu, Sri Sultan HB IX selaku Raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam VIII selaku Adipati Kadipaten Pakualaman menyatakan bergabung melebur ke Republik. Tidak hanya itu, keduanya juga menggerakkan seluruh rakyat Yogyakarta untuk membentuk "Laskar Rakyat" guna mendukung eksistensi Tentara Keamanan Rakyat. Sikap politik yang tegas sekaligus cerdas yang ditempuh HB IX dan PA VIII ini merupakan modal politik dan modal sosial sangat berharga bagi tegaknya Republik Indonesia yang baru berusia setengah bulan. Jika saja saat itu Yogyakarta tidak menggabungkan diri ke Republik, dapat dipastikan sejarah bangsa Indonesia akan berbeda atau bahkan NKRI tidak akan berdiri.

Sikap HB IX dan PA VIII ini tidak muncul tiba-tiba. Apabila kita melihat sejarah, apa yang dilakukan keduanya merupakan rangkaian dari proses panjang melawan kekuatan imperialis yang juga sudah dilakukan leluhur-leluhur Mataram sebelumnya, seperti misalnya perang semesta yang dipimpin Sultan Agung Hanyokrokusumo pada abad 16 dan Perang Jawa yang dikobarkan Pangeran Diponegoro pada abad 18. Semangat kejuangan yang diteladankan para leluhur Mataram kiranya menjadi tonggak penting bagi tumbuhnya sikap nasionalistik dan patriotik generasi berikutnya di kemudian hari.

Kini setelah 63 tahun peristiwa itu berlalu, Yogyakarta harus tetap menjadi salah satu perekat kokohnya persatuan dan kesatuan Republik dan juga lestarinya nilai-nilai Pancasila. Betapa tidak, berbagai persoalan bangsa yang mencuat, seperti gerakan separatis di sejumlah daerah di luar pulau Jawa, konflik sesama warga bangsa berdimensi SARA, menguatnya sektarianisme, termasuk dampak langsung dari arus neo-liberalisme, menghasilkan satu kesimpulan bahwa persatuan dan kesatuan nasional membutuhkan partisipasi aktif segenap warga bangsa untuk ikut memperjuangkannya. Sikap nasionalistik, patriotik, terbuka dan toleran, hidup rukun / menghargai keberagaman, anti kekerasan, menjunjung hak-hak asasi manusia serta nilai-nilai demokrasi, mengedepankan kesejahteraan umum dan keadilan sosial, menghargai kearifan lokal dan lain sebagainya, kiranya menjadi panduan dan arah bagi segenap warga bangsa demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam konteks Yogyakarta hari ini, apa yang di-visi-kan Ngarso Dalem Sri Sultan HB X sebagai Tahta untuk Rakyat, kiranya harus dimaknai secara luas, salah satunya adalah bagaimana Tahta itu didorong untuk menumbuhkan dan melindungi ekonomi kerakyatan, bangkitnya industri pertanian rakyat dan pelaksanaan program-progam wellfare lainnya seperti pemberantasan kemiskinan, pengadaan fasilitas layanan kesehatan yang memadai bagi rakyat, jaminan pendidikan bagi anak-anak dan generasi muda, dibukanya lapangan pekerjaan seluas-luasnya, penyediaan tempat tinggal yang memadai bagi keluarga miskin, perlindungan terhadap hak-hak anak, perempuan dan lain sebagainya.

Persaudaraan Indonesia (PERSINDO) sendiri merupakan organisasi massa tingkat nasional yang didirikan para mantan aktivis gerakan mahasiswa tahun 90-an dari berbagai daerah di Indonesia. Dalam perkembangannya turut bergabung didalamnya sejumlah aktivis penggerak basis sektoral masyarakat seperti aktivis petani, aktivis buruh, pengusaha muda, dan kalangan profesional lainnya.

Demikian siaran pers kami. Terimakasih.


Yogyakarta, 5 September 2008

Salam Juang,


Aris Sustiyono

KETUA DEWAN DAERAH

PERSAUDARAAN INDONESIA (PERSINDO) DIY

Jumat, 15 Februari 2008

“ ATAS NAMA NASIONALISME “

“ ATAS NAMA NASIONALISME “

Mentahnya nasionalisme dianggap menjadi penyebab sekian persoalan kebangsaan di Indonesia saat ini. Tak hanya negara, rakyat pun banyak mendapat gugatan atas pemaknaan dan pemahamannya atas “nasionalisme” sebagai sebuah identitas. Berikut ini pandangan Syafiq Aleiha, Mantan Ketua Umum Dewan nasional Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), mengenai fenomena yang semakin memburuk ini.

Apakah “nasionalisme” termasuk salah satu identitas bagi negara?
Ya, bisa kita sebut sebagai identitas. Nasionalisme atau identitas nation sendiri muncul karena adanya konsep modern dan tidak kita bawa sejak lahir. Ia (nasionalisme, baca) lahir pada 1920 sebagai cita-cita akan sebuah negara bangsa, sebelumnya kita belum menemukan negara bangsa. Studi-studi tentang nation-state di nusantara juga relatif baru, seperti yang diajukan Benedict Anderson. Gagasan-gagasan awal tentang nation-state yang kemudian mendasari munculnya ideologi “nasionalisme” juga baru. Ketika Ernast Renan mendefinisikan what is nation? Dia menyebutnya bahwa nasionalisme adalah jiwa. Seperti dikutip Soekarno, nasionalisme merupakan soul of spiritual principle. Dari situ sebenarnya nasionalisme bisa saja disebut sebagai identitas. Identitas nation bisa saja seperti identitas orang dengan suku tertentu, tapi ia masih punya peluang untuk merubah, sehingga bukan identitas yang baku dan mati.
Ernast Renan, pencetus gagasan nasionalisme, mengatakan bahwa bangsa merupakan solidaritas tertinggi yang lahir akibat pengalaman sejarah penderitaan komunal. Solidaritas inilah yang menjadi dasar utama adanya komunitas hari ini dan masa depan. Sebagaimana halnya Indonesia, menyadari kekuatan dan potensinya sebagai masyarakat multi etnik, muncullah keinginan merdeka. Dengan mempersatukan masyarakat nusantara, lepaslah Indonesia dari cengkeraman Belanda. Apalagi dengan dorongan kekuatan politis yang telah ada sebelumnya, seperti ditunjukkan oleh garis batas wilayah pengawasan kerajaan-kerajaan nusantara pada masa lampau.
Sedangkan menurut Ernest Gellner, nasionalisme merupakan konsekuensi dari bentuk baru pengorganisasian masyarakat yang bersandar pada budaya tinggi yang dibentuk oleh kaum persekolahan dan dijaga oleh negara. Dalam bukunya, Nation and Nationalism, ia menolak jika dikatakan bahwa bangsa merupakan komunitas alamiah. Bagi Gellner, kaum terdidik borjuis acapkali menempati posisi tokoh utama dalam proses pembentukan bangsa. Nasionalisme bukanlah bangkitnya kekuatan masa lalu yang laten atau tertidur, kendati memiliki klaim seolah-olah demikian. Menanggapi adanya perbedaan teoretis tersebut, Lutfi Rahman, pengamat sosial politik dari Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LkiS) berpendapat, ada beberapa hal yang melandasi lahirnya nasionalisme Indonesia. Pertama, Islam yang mampu mengikat masyarakat nusantara yang multi etnik melampau batas-batas ras, suku, dan budaya, dalam konteks melawan belanda. “stigmatisasi bahwa kolonialisme identik dengan kafir, dan masyarakat nusantara yang mayoritas muslim wajib memeranginya, merupakan stimulus yang efektif”. Kedua, masuknya pengetahuan modern yang bertautan dengan paham Jawa yang melahirkan struktur priyayi dan rakyat. Hal ini merupakan kontribusi cukup besar bagi kaum terdidik di nusantara untuk membangun mimpinya tentang Indonesia. Ketiga, masuknya gagasan “Kiri”, seperti SI Semarang yang mulai membedakan antara rakyat, proletar, dan kolonial Belanda dimasukkan dalam kategori kelompok borjuis.
Dari ketiga hal ini menurut Luthfi, pengalaman dan cita-cita tentang sebuah masyarakat dalam pengelolaan infrastrukturnya terbentuk. Meskipun waktu itu perdebatannya sebatas kolonialisme belanda. “Kita bisa meniru Sun Yat Sen atau Ibnu Saud, yang lebih mengedepankan kemerdekaan terlebih dahulu. Sedangkan bentuk dan pengelolaan negara adalah hal berikutnya”, demikian Luthfi menyitir pernyataannya Soekarno waktu itu.
Sementara itu, menurut Kusnanto anggoro, pengamat politik LIPI, lunturnya kesadaran kebangsaan selama ini disebabkan karena negara lebih menggunakan pendekatan militer. Kendati bertanggung jawab sebagai instrumen pembina kebangsaan, suatu kesalahan jika negara menggunakan cara-cara militer sebagai media untuk mempersatukan bangsa. Kekerasan hanya bisa menyelesaikan persoalan keutuhan wilayah secara fisik saja. Sedangkan jiwa nasionalisme tidak akan pernah bisa dibentuk dengan kekerasan. Kusnanto juga berpendapat bahwa pemaknaan nasionalisme pasca perang dingin harus berbeda dengan nasionalisme era sebelumnya. Saat ini, nasionalisme hanya dimaknai sebagai stabilitas ekonomi-politik. Sehingga ketika terjadi ketidakstabilan ekonomi-politik, besar kemungkinan akan timbul etno nasionalisme, yakni nasionalisme yang lebih menonjolkan identitas kecil dan mengabaikan yang lebih besar. Fenomena ini biasanya terjadi di negara-negara yang plural seperti Semenanjung Balkan, Rwanda dan beberapa negara Amerika Tengah dimasa etno-nasionalisme lebih dominan. Padahal kecenderungan ini akan mengancam konsepsi nation-state.
Untuk menghadapi ancaman etno-nasionalisme dalam konteks Indonesia harus dibedakan antara nation-etnic group, yang bisa diberi hak politik (political right) sekaligus kebebasan warga sipil (civil liberties), dengan etnic group yang hanya diberi civil liberties tanpa harus mendapatkan polical right. Kendati demikian, pengakuan otonomi kultural mesti tetap diberikan. Pengamat politik LIPI ini juga menyarankan, Indonesia harus melakukan transparasi dalam memahami nasionalisme dan nasionalitas. Sebab, sebagai sebuah proyek yang dilakukan negara, nasionalisme memerlukan sebuah pemerintahan yang efektif sekaligus legitimasi dari publik. Untuk itu saluran-saluran demokratisasi akan menjadi instrumen penting dalam menciptakan ke-Indonesia-an bersama. Di samping itu, negara memiliki peran penting dalam mencegah berbenturan nasionalitas satu dengan yang lainnya. Konsep multikulturalisme misalnya menuntut memiliki multipledentity. Artinya, rakyat sebagai etno-nasionalisme, tetapi juga mempunyai nasionalitas dan juga kewarganegaraan. Baru ketika bertiganya berdampingan, bisa dilanjutkan dengan berbicara Indonesianitas atau keindonesiaan. Tapi yang penting, kita harus saling menghormati, bertanggung jawab dan solidaritas untuk mempertahankan Indonesia sebagai bangunan negara tanpa mengorbankan esensi nasionalisme dan nasionalitas yang lebih kecil.

Kapan seorang warga negara harus menggunakan atau menanggalkan “nasionalisme”?
Nasionalisme paling relevan ketika digunakan untuk melawan imperialisme. Karena sebagian besar kebangkitan nasionalisme adalah talenta guna menentang imperialisme. Terutama diluar Eropa, nasionalisme lebih digunakan untuk mengusir penjajah. Konteks Eropa, nasionalisme lebih didasari semangat modernisme, sebuah organisasi negara yang berawal dari kerajaan, berubah menjadi negara bangsa. Nasionalisme juga bisa digunakan untuk konteks hubungan satu bangsa dengan lainnya melalui kaca mata identitas sebagai sebuah nation tertentu. Sebenarnya secara politik-ekonomi-budaya, nasionalisme menjadi relevan untuk dikemukakan. Fenomena dominasi dan hegemoni ekonomi-politik-budaya negara-negara maju lebih western oriented, atau America centris, nasionalisme menjadi relevan untuk dimunculkan kembali. Bukan dengat semangat untuk mengkotak-kotakan bangsa manusia, tapi untuk mendorong balancing of power dan penegakan demokrasi. Sebab demokrasi akan berjalan apabila balancing of power telah terpenuhi. Semua itu bisa muncul kalau ada semacam kekuatan sebuah bangsa tertentu yang mau memperjuangkan identitas kebangsaannya. Tapi pada level tertentu, nation menjadi tidak relevan digunakan ketika dia menjadi tertutup, seperti nasionalisme ala Hitler, yang menggasak ras atau bangsa lain.

Akankan konsep nasionalisme selalu muncul dari penguasa atau kelompok bangsawan?
Untuk fenomena Indonesia, nasionalisme memang menjadi monopoli penguasa. Kasus Aceh misalnya, tentara menyatakan atas nama nasionalisme, kemudian bangsa sendiri di gasak, dibunuh dan dibantai. Itulah bahaya dari pemikiran buta nasionalisme. Namun kalau kita mau jujur, semua ideologi bahkan agama pun memiliki bahaya serupa. Apa dan siapa yang dianggap menyimpang dan tidak murni, akan mendapat hukuman serta tidak diakui. Maka problem sesungguhnya adalah persoalan demokrasi, bahkan sampai pada pemaknaan nasionalisme. Dan pilihan nasionalisme fanatik seperti yang ada di kepala jenderal-jenderal yang memberlakukan operasi militer di Aceh itu? Ataukan nasionalisme seperti yang diusung para generasi awal abad 20-an ketika mereka menentang kolonialisme Eropa? Pilihan kedua inilah yang sebenarnya harus kita usung. Karena pada dasarnya, nasionalisme merupakan kebebasan dari kekuatan eksternal atau free from external contrain.
Rakyat Aceh melihat Soekarno dan Hatta sebagai seorang muslim, serta teriakan “Allahu Akbar” oleh rakyat Surabaya saat itu melawan Belanda, itulah yang membuat Aceh menyatakan bagian dari Republik Indonesia waktu itu. Adanya kesamaan agama sebagai faktor pemupuk nasionalisme ini juga pernah dilontarkan oleh MT Kahin. Dalam bukunya Refleksi Pergumulan Lahirnya Republik, ia menuliskan bahwa islam bukan hanya suatu ikatan biasa, tetapi benar-benar menjadi semacam simbol melawan kelompok dalam (in group) untuk melawan pengganggu asing. Menurutnya, rakyat Aceh bersedia bergabung dengan NKRI saat proklamasi 1945, hanya didasari sentimen agama yang sama waktu itu.
Kian memudarnya nasionalisme juga disebabkan karena tertutupnya perdebatan tentang bagaimana bangsa ini hendak dikelola. Menurut Luthfi Rahman, hal ini mulai terjadi saat momentum Dekrit Presiden masa Soekarno dan berlanjut hingga rezim Soeharto. Akibatnya, tidak ada lagi diskursus mengenai nation maupun state bagi Indonesia. Membuka kembali perdebatan ini merupakan hal penting, karena adanya endapan yang tertahan ketika penindasan yang dilakukan Orde Baru.

Dalam konteks Indonesia, adakah masyarakat yang mengakui atau menggunakan nasionalisme sebagai salah satu identitas?
Banyak orang Indonesia mengakui. Seperti yang kita saksikan, masihbanyak orang menonton badminton, sepak bola ataupun pertandingan olah raga lainnya yang melibatkan tim nasional Indonesia. Itu adalah contoh dari unsur-unsur nasionalisme, walaupun yang paling sepele. Sebab dalam kehidupan sehari-hari, memang nasionalisme acapkali tidak digunakan. Karena nasionalisme bukan soal every day live politic (politik sehari-hari). Seorang petani yang tiap hari ke sawah, dalam pergaulannya akan lebih mengedepankan sisi petani sebagai identitas, ketimbang nasionalisme. Dalam gagasan dan lingkup kecil dia tidak akan banyak bersentuhan dengan nasionalisme, sehingga ia tak perlu mengungkapkan hal itu. Karena memang tak cukup ruang untuk memunculkannya. Orang-orang yang banyak menggunakan identitas bangsa, sebenarnya mereka yang sering berhubungan lintas negara.


Sabtu, 09 Februari 2008

MANAJEMEN PROYEK DAN FAKTOR KUNCI SUKSESNYA

MANAJEMEN PROYEK DAN FAKTOR KUNCI SUKSESNYA

Disusun oleh Toto Sihsetyo Adi,
Konsultan Program dan Bendahara PSM

Setiap organisasi mempunyai kekhasan mengelola dan mengatur perputaran roda organisasi agar dapat mencapai tujuannya secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan sumber daya tertentu. Pada umumnya cara-cara yang digunakan ini disebut Manajemen yaitu: suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian kegiatan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Sering kali di singkat POAC (planning, organizing, actuating dan controlling).
Begitu pula organisasi PSM, didalam menjalankan perputaran organisasinya selalu menerapkan prinsip-prinsip manajemen dengan menyesuaikan kondisi internal dan eksternal organisasi. Nah, mengapa dalam menjalankan suatu pekerjaan atau proyek PSM lebih berhasil dibandingkan dengan organisasi sejenis? Didalam memandang, menerima, dan menjalankan suatu proyek PSM selalu mengacu dan menggunakan tahapan manajemen proyek secara tepat, yaitu meliputi
kegiatan-kegiatan sbb:
1. Mendefinisikan proyek
2. Membuat perencanaan proyek
3. Membentuk tim pelaksana proyek
4. Mengkoordinasi dan mengendalikan proyek
5. Mengevaluasi dan menutup proyek

Perencanaan meliputi:
· Menentukan kegiatan yang harus dilakukan
· Mengurutkan kegiatan
· Penjadwalan
· Integrasi

Pengorganisasian: untuk menjamin kemampuan orang-orang yang di dalam organisasi dapat dimanfaatkan secara optimal dengan pembentukan :
· Struktur organisasi
· Tugas dan wewenang
· Sistem hubungan/koordinasi

Proses pengorganisasian meliputi kegiatan-kegiatan:
· Memerinci pekerjaan-pekerjaan
· Mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan
· Membagi tugas
· Mnyusun mekanisme koordinasi

Pengarahan yaitu proses membuat anggota organisasi mampu dan bermotifasi untuk melaksanakan tugas. Proses-proses kegiatannya sebagai berikut:
· Memimpin, member perintah, menkoordinasi,
· Mengembangkan kemampuan: melatih dan membimbing
· Meningkatkan m,otifasi

Pengendalian yaitu mekanisme yang berfungsi untuk menjamin atau memastikan tercapainya sasaran yang telah ditetapkan dalam perencanaan.
Proses pengendaliannya:
· Menetapkan standar atau membuat rencana
· Mengukur prestasi dan melakukan pemantauan (monitoring)
· Membandingkan realisasi dan standar (identifikasi penyimpangan)
· Mengembangkan alternative tindakan
· Tindakan koreksi/revisi
·
FAKTOR KUNCI SUKSES PROYEK YANG DIKELOLA PSM:
1. Sasaran jelas (SMART)
· Spesifik
· Measurable (dapat diukur)
· Attainable (dapat dicapai dan menantang)
· Realistic (sesuai kondisi internal dan eksternal)
· Time (ada batasan waktu)
2. Perencanaan dan pengendalian yang baik
3. Ada manajer proyek yang kompeten
4. Dukungan dari pengurus (manajemen)
5. Cukup waktu dan sumber daya
6. Komitment pelaksanaan proyek
7. Komunikasi yang baik
8. Struktur organisasi yang efektif

Jadi selama PSM menjalankan kerjasama dengan lembaga AusAid-RHK untuk program distribusi terpal, dapur umum korban putting beliung, dan Program Quick Impack Livelihood menggunakan metode manajemen proyek sehingga sasaran yang diinginkan bersama dapat tercapai secara optimal. Manajemen adalah hal sangat penting untuk menunjang keberhasilan dan keberlanjutan suatau organisasi untuk terus eksis dan diakui kinerjanya dilingkungan masyarakat.

INTEGRATED STRATEGIC FINANCIAL AND PROGRAM PLANNING

INTEGRATED STRATEGIC FINANCIAL AND PROGRAM PLANNING
(Perencanaan Strategis Terpadu Program dan Keuangan)

Disusun oleh : Amalul Madih & Toto

CIRI - CIRI GERAKAN
1. Terpojok oleh kondisi telah lama hak-hak dibatasi
2. Perjuangan lobby dan negosiasi buntu.
3. Tumbuh komitmen membela diri (hak, kebebasan)
4. Melibatkan massa luas yang senasib
5. Ada pemimpin yang dipercaya
6. Resiko ditanggung secara bersama
7. Membangun jaringan "senasib" seluas mungkin

KAPAN GERAKAN AKAN MUNCUL
1. Penindasan berjalan terus penguasa terlambat memperbaiki
2. Batas kesabaran sudah terlewati
3. Semakin banyak rakyat yang sadar akan haknya yang hilang
4. Munculnya pemimpin karismatis yang diterima dan diikuti
5. Lingkungan sekitar mendukung berkembangnya gerakan secara informal
6. Adanya logistik bagi perkembangan gerakan
7. Dukungan terbatas dari elit politik

GERAKAN RAKYAT GEJALA NATURAL DAN MUTLAK DIPERLUKAN
1. Kedaulatan rakyat selalu akan terhambat oleh birokrasi (r & b)
2. Kekuasaan cenderung membatasi dan korup sedang roh cenderung bebas dan merdeka
3. Kebutuhan terus meningkat pemenuhannya selalu terlambat
4. setiap orang butuh keseimbangan yang selalu harus terus dicari

PILIHAN DASAR STRATEGI
1. Perkuat rakyat/ empowerment (sentuh kebutuhan dasar, tingkatkan akses, perkuat organisasinya, perkuat pikiran kritis, perkuat kontrol sosial)
2. Perkuat jaringan di semua tingkat di semua tempat dgn semua kekuatan
3. Perkuat motivasi dan logistik
4. Ketahanan phisik dan psikologis pemimpin yang demokratis transparan
5. Pilih strategi optimum jangka panjang dengan landasan fakta dan cara-cara tanpa kekerasan

CASE STUDY ISU STRATEGIS
Apa arti strategis
1. Strategis dari kata strategos adalah ilmu atau seni para jendral. Adalah ilmu berperang memperjuangkan atau membela: ide, posisi, harkat, martabat masyarakat atau negara. Ilmu kompetisi, mengungguli yang lain (fastabiqul khairat)
2. Pikiran strategis mengandung unsur:
2.1. Tindakan komparative (keungguan sendiri)
2.2. Tindakan kompetitif (kelemahan pihak lain)
2.3. Tindakan merubah/memperbaiki image/citra
2.4. Tindakan innovative (memuat unsur pembaharuan

MENGAPA ISU STRATEGIS
Apa: Keadaan, masalah, tantangan fundamental (bisa jadi akarnya) yang berpengaruh besar, luas, jangka panjang dan akan menentukan posisi atau "nasib" organisasi di masa depan.
Mengapa perlu diperhatikan:
1. Perhatian dan kegiatan lebih terfokus (bedakan 3 jenis :hanya perlu dimonitor; ditangani biasa; ditangani serius)
2. Agar terfokus pada isu bukan pada solusi
3. Dapat memaksakan perubahan yang diperlukan
4. Mendorong dipilihnya kata kunci kemajuan
5. Membangkitkan sikap realistis dan semangat

PENGERTIAN UMUM PERENCANAAN STRATEGIS
1. Menentukan fokus program guna memastikan posisi dimasa depan
2. Perencanaan multisektoral merangkum perencanaan bagian atau sektoral
3. Memastikan meningkatnya kapasitas yang mengungguli partner lain tanpa mencederai
4. Ada seribu jalan menuju renstra unggul
5. Melibatkan pimpinan puncak institusi

CAKUPAN JENIS DATA DASAR
1.data target group, menyangkut posisi-kondisi-perilaku
2. Data manajemen, manajemen stakeholder utama
3. Lingkungan
3.1. Struktur masyarakat
3.2. Institusi dalam dan sekitar
3.3. Perubahan aset

ANALISA DASAR WAJIB
1. Analisa kecenderungan
2. Analisa internal lembaga
3. Analisa stakeholders
4. Analisa target groups
5. Analisa lain yang diperlukan
6. Analisa masalah dan tujuan

KECENDERUNGAN GLOBAL
1. Dialami semua negara (paling tidak 5 negara di 5 benua)
2. Makin membesar akibatnya
3. Jadi bahan pemikiran – meresahkan
4. Kecenderungan tidak tunggal

MASALAH INTI
1. Rumusan negatif
2. Tak sesuai ekspektasi stakeholders
3. Terkait subyek

MASALAH INTI-MASALAH AKAR
1. Masalah paling serius, utama
2. Adalah asal/ sumber masalah lain
3. Dipilih kesepakatan para perencana
4. cakupan luas
5. Kondisi sentral yang mau dipecahkan pada akhir proyek

MENENTUKAN ISU STRATEGIS
LANGKAH2
1. Buatlah daftar hal positip dan negatip yang mendasar, berakibat luas, mendalam dan jangka panjang (kumpulan tindakan strategis dari hasil analisis)
2. Lakukan seleksi dan prioritas dari hal-hal tersebut sesuai keputusan organisasi
3. Buat pengelompokan, clustering, kategorisasi dari hal-hal tersebut
4. Lakukan upaya untuk menentukan esensi, sari pati (memeras?) Dari setiap kategori hal-hal tersebut. Temuan esensi itulah isu strategis.

CARA LAIN MENENTUKAN ISU STRATEGIS
1. Langsung: lakukan analisis secukupnya untuk menyepakati isu strategis (Dilakukan bila peserta kurang terorganisir, heterogin, kurang kenal satu sama lain, atau organisasi baru)
2. Tak langsung: kembangkan alternatif ide lalu lakukan seleksi, kategorisasi dan abstraksi (Dilakukan bila organisasi kurang berkembang, kesadaran perubahan rendah, sukar menemukan masalah fundamental, maka perlu fasilitasi dari luar)
3. Lewat tujuan: rumuskan tujuan jangka panjang, jangka pendek baru merumuskan isu strategis (Dilakukan bila organisasi sudah lebih teratur, peserta sudah kenal satu sama lain, lebih homogin, mudah menyepakati)
4. Lewat visi sukses: rumuskan dulu posisi sukses yang ingin dicapai di masa depan, lalu tentukan isu strategisnya (Dilakukan bila pimpinan baru dipilih karena memiliki visi tertentu. Bila pendekatan integratif diperlukan, arah baru mutlak perlu ditawarkan.)

TUJUAN MONEV
1. Mengetahui posisi perjalanan suatu program: posisi hasil, manajemen,aspek pemberdayaan.
2. Mengetahui inter relasi program dengan elemen lain & lingkungannya
3. Dapat memprediksi tingkat effektivitas dan effisiensi
4. Memeriksa ketepatan assumsi, resiko & metoda perencanaan
5. Dapat melakukan koreksi dan antisipasi tepat waktu
6. Menyumbang pembelajaran pada lingkup lebih luas (Larger Impacts/Lessons learned)

PRINSIP OPERASIONAL MONEV
1. Bekerja berdasar fakta bukan assumsi
2. Lebih soal mindset dari sekedar tehnik
3. Social change tak sekedar logframe
4. Bersemangat belajar siap untuk memperbaiki/ berubah
5. Keterlibatan semua stakeholders utama
6 analisis data secara independent
7. Ada tindak lanjut perbaikan

LINGKUP CAKUPAN MONEV
1. Ketersediaan data pendukung untuk mengetahui kemajuan, kekuatan, kelemahan, kesempatan program
2. Memiliki data umpan balik dari lapangan dan pihak lain yang relevan
3. Keterlibatan semua stakeholder utama dalam mengetahui proses dan hasil perkembangan program
4. Memacu pertanggungjawaban manajemen terhadap kwalitas program
5. Memungkinkan adanya tindakan antisipatip dan perbaikan terhadap program selama masih dalam proses

SYARAT PERSIAPAN MONEV
1. Rencana kerja sebagai dasar
2. Alat yang sudah teruji
3. Data kwantitatip dan kwalitatip
4. Sikap "peneliti independen & obyektif"
5. Program lain sebagai acuan belajar/ pembanding
6. Keterbukaan pelaksana untuk maju
7. Keputusan dan kesimpulan mengenai posisi program
8. Rekomendasi dan lessons learned
*Cakupan urutan elemen tergantung kematangan program

AKTOR UTAMA MONEV
1. semua mitra utama dampingan
2. pelaksana program di lapangan
3. supervisor pelaksana lapangan
4. penanggungjawab utama program
5. konsultan tetap program (if any)
6. staff pendukung program
7. staff kunci fundraising
8. Konsultan pelaksana monev (if any)
* Cakupan urutan aktor tergantung besar & kematangan program

INSTRUMEN UTAMA MONEV
1. Format perbandingan antara rencana dan realisasi hasil
2. Data indikator hasil yang pasti
3. Format hasil2 yg tak direncanakan
4. Format perubahan elemen pemberdayaan
5. Format perubahan elemen manajemen
6. Format laporan monev, srip. Lrip, rekomendasi dan lessons learned

CARA MELAKUKAN MONEV
1. pertemuan2 program
2. Kunjungan silang
3. Fokus group discussion
4. Kunjungan lapangan langsung
5. Wawancara mendalam
6. Mengkaji laporan
7. Uji petik/ random sampling
8. Gabungan berbagai/ semua cara
9. Monev berbentuk audiovisual dapat meningkatkan daya tarik program

"MENDIDIK RAKYAT DENGAN PERGERAKAN, MENDIDIK PENGUASA DENGAN PERLAWANAN"

Situasi obyektif negara yang masih diliputi oleh ketidakadilan kepada rakyat sebagai pemegang kuasa atas negara tentunya harus disikapi dengan sebuah langkah yang teratur sekaligus revolusioner. Kepemilikan atas modal dan alat produksi oleh rakyat merupakan keniscayaan yang harus segera diwujudkan.
Maka blog ini sebagai media alternatif dalam FGD (focus groups discussion) untuk melahirkan gagasan-gagasan baru untuk dipraksiskan dalam membentuk karakter bangsa demi cita-cita nasional demokrasi kerakyatan untuk menuju negara revolusioner.